Sunday 22 October 2017

Ngobrol bareng temen 1

Hari ini, setengah hari aku di bogor.
Di sore hari menjelang malam, aku pergi bersama temanku.
Niat awal sih cuci mata.
Aku mau cari sepatu.
dan teman mau cari handphone.
Oke teman sudah survey harga handphone (v)
Tapi aku gak jadi cari.

Seperti biasa, selalu ada obrolan yang membuatku lupa.
Apalagi kalo udah ketemu temen ngobrol yang nyambung.
Susah berhenti.
Ada ajah yang diobrolin.
Yang awalnya curhat bisa jadi ngomongin orang ngomongin negara daan lain-lain.

Karena kami menggeluti basic bidang yang sama, yaitu lingkungan dan kehutanan.
Maka, kami lebih banyak membahas tentang itu.
Keprihatinan kami sama.
Kami sama sama prihatin dengan isu lingkungan yang buruk.
Pembangunan yang tidak ramah lingkungan yang kami sendiri tidak dapat hindari.

Pernah gak sih kalian mau bangettt berbuat sesuatu, tapi gak punya power?

Menanggapi isu lingkungan, aku langsung fokus ke alam.
Walau secara harfiah, lingkungan bermakna luas, tidak hanya seputar alam.
Bagiku, menanggapi isu lingkungan sama dengan memperbaiki alam.
Mencari tahu bagaimana caranya agar segala kebutuhan terpenuhi tanpa mengorbankan kerusakan alam.
Banyak orang yang berpikir ini sulit. Harus ada yang dikorbankan.
Populasi semakin meningkat. Kebutuhan semakin tinggi. Bla bla bla bla
Aku gamauuu ... (loh loh sewot gini yak)

Yah, aku baru bisa ngomong, belum punya power.
Aku berpikir begini. Kita semua sama sama tau kebutuhan akan alam itu sangat besar.
Dapat dikatakan seluruh kebutuhan kita berasal dari alam.
Mulai dari sandang, pangan, papan samapai tempat colokan (Kutip twit Bapak Ridwan hehee).
Lalu yang aku heran, masih ada orang-orang yang udah tahu tapi gak mau tahu.


Saturday 21 October 2017

Sudut Pandang Driver Online

Aku ingin mencatat penglamanku di angkutan umum lagi...

Kali ini angkutan online. 2017. era globalisasi. mulai popular angkutan online.

Saat itu, aku baru selesai mengisi acara wisuda.
Aku hendak melanjutkan penelitianku di laboratorium.
Dengan kondisi handphone skarat batre,
aku bertanya kesana kemari,
"apakah ada yang mau ke kampus? nebeng dong"
sebenernya bisa sih minta pesenin ojek online,
tapi aku males, gak tau kenapa.
Akhirnya aku dapat tumpangan.
Bersama kakak kelas yang hendak foto bareng sama dosen pembimbingnya yang saat itu sudah ada dikampus.
Kamipun meluncur ke kampus.
Kakak itu mau bertemu dosen.
Aku mau ke laboratorium.

Sesampainya di kampus.
Aku benar benar merasa lelah.
Dengan bawaan tas ransel (isinya baju nginap), biola.
dan kondisi ku memakai sepatu berhak, serta kondisi yang amat sangat kelaparan.
Aku bersandar ditembok kelas, sebelah laboratorium.
Karena saat itu, kelas itu yang terbuka. Sedangkan laboratorium terkunci.
Aku pun berinisiatif untuk mencharger handphone.

Hufftt .. masih terbayang lelahnya saat itu.

Aku coba menghubungi pihak lab menanyakan kunci lab, sambil mencoba berusaha menghabiskan makanan, karena sesungguhnya selera makanku sudah terganti dengan sakit kepala dan lelah.
Aku sangat mengatur nafasku saat itu.
Lalu aku memutuskan untuk tidak jadi melanjutkan pengukuranku di laboratorium.
Aku pun menghubungi lagi pihak lab bahwa aku gak jadi ngelab.
Kemudian aku berpikir bagaimana aku pulang.
Dengan angkotkah? buskah? ojekkah? atau mobil online?

Kondisi :
Cuaca mendung
Bawaan cukup banyak dan berat
Sepatu terlalu cantik untuk kuajak berjalan diaspal
Fisikku jelas lagi tidak fit

Dengan angkot? Tidak. Harus naik turun. Bisa dibayangkan akhirnya bagaimana.
Dengan ojek? Tidak. Angin saat naik motor dengan perjalanan jauh. Belum lagi cuaca mendung. Mengancam nasib biolaku. dan aku selanjutnya. haha
Dengan bus? Tidak. Bus sangat jarang belakangan ini. selain itu, sering penuh. Aku tidak sanggup melindungi segala yang aku bawa dan menguatkan diriku.
Yap yang terakhirlah pilihanku.
Mobil Online.
Aku memesan, driver datang menjemputku tepat tidak jauh dari kelas tempatku beristirahat.
Sangat menolongku.
Walau harganya jauuuuuh dengan harga transportasi yang biasa aku naiki.
Tapi, ini sangat membantu aku mengurangi bebanku.

Sesampainya dimobil. Aku sangat teramat lelah. Kuselonjorkan kakiku.
Dan ku turunkan sandaran bangku.
Drivernya saat itu menyapaku. Mengawali percakapan.
Sesungguhnya aku bermaksud untuk tidur sejenak selama perjalanan.
Tapi sepertinya driver tidak merestui. Karena sepanjang perjalanan driver membahas segala hal.

Awal percakapan, aku hanya menanggapi seadanya.
Karena yang dibahas seputar alamat dan aku.
Lalu obrolan semakin menarik ketika dia membahas tentang dirinya, lalu kami membahas negara.

Driver ini masih muda, tingginya mungkin 160 cm, badannya cukup kurus (tidak terlalu kurus).
Kelahiran 93. Which is 1 tahun lebih tua dariku.

Yang menarik bagiku ketika dia mengutarakan sudut pandang dia tentang kuliah ekonomi.
Dia mahasiswa ekstensi yang berhenti kuliah.
Dia bilang tidak mudah kuliah sambil kerja, dan alasan lain yang aku sendiri lupa.
Tapi dia berpikir saat kuliah ekonomi, kelasnya memang kelas karyawan, yang rata-rata bekerja, kerja sambil kuliah, bukan kuliah sambil kerja, dia melihat sebagian dari mereka saat itu, kuliah hanya formalitas belaka, untuk jenjang kerja lebih baik.
Lalu dia berpikir, seharusnya para lulusan ekonomi membuka lapangan pekerjaan sendiri.
Mewujudkan mimpinya  bukan mimpi orang lain.
Lalu kami membahas bangsa dan sejarah.

Yang ku petik dari obrolan ini adalah, aku merasa senang, bertemu dengan para pemuda yang masih respect dan peduli terhadap isu-isu kenegaraan. berpikir kedepan.
Aku merasa lega. Optimisme itu masih ada.

Friday 20 October 2017

Berpikir baik dan buruk

Pernah gak sih kalian takut dengan apa yang kalian ucapkan itu akan terjadi?
atau malah berkebalikan dengan apa yang kalian ucapkan.


Aku sempat dihadapi oleh situasi dimana,
Kata kataku yang selalu positif, sudut pandangku yang aku arahkan ke arah positif,
menjadi sesuatu dilema, karena aku dihadapi oleh keadaan yang sulit.
Dalam hal ini, sebagai sudut padang pembaca, mungkin kalian bertanya-tanya apa sih yang aku hadapi.
Sebenernya bisa dikatakan ini hal sepele.
Tapi aku merasa ini sulit karena aku masih terus mengalaminya.
Entah karena belum menemukan solusi yang tepat.
Atau sesungguhnya aku belum menjawab.

Seperti, aku mengutarakan empatiku dalam kata-kata.
Mungkin ada orang yang dari situ menilai aku berempati tinggi.
Lalu, aku melihat diriku, aku menyadari dalam beberapa hal aku merupakan orang yang tidak terlalu refleks, respect dan respons.
Akupun berpikir, apa empatiku harus diasah terus,
atau aku perlu berhenti mengutarakan apa yang aku alami?

Aku yang berkata membeli jualan pedagang konvensional tidak membuat jatuh miskin, atau membuat yang menjual jadi kaya raya melebihi pembeli.
Disini aku pribadi belum sepenuhnya mudah membantu atau membeli sesuatu.
Aku berkata begitu karena aku berpikir, mengapa perlu saling membantu, apa dampaknya, dan aku rasa aku perlu mulai mengutarakan itu agar jika aku lupa orang lain bisa mengingatkanku.

Pada hari yang sama mama bercerita,
"Mama kepikiran, mama nolak naik ojek berangkat dan pulang tadi, mama gaenak deh, mama kepikiran omonganmu, membantu tidak membuat jatuh miskin atau membuat mereka kaya raya melebihi kamu, tapi mama sudah nolak, masa balik lagi"
Lalu aku diam sebentar dan menanggapi,
"Kadang memang dalam membantu ada sesuatu dorongan, krentek, yang menggerakkan".
Dan mama setuju, "Iya, abis itu mama berpikir juga, rejeki Allah yang ngatur, kita tidak perlu memikirkan itu. Akhirnya mama doain aja semoga rejekinya banyak"

Dari situ aku mulai belajar.
Aku perlu memupuk rasa empati itu. Empati terkait dengan hati. Ketika hatiku berbisik kebaikan, sudah sepatutnya aku ikuti. Karena aku mempercayai kebaikan harus diikuti dan aku mempercayai ada alasan kenapa manusia diberikan hati. Namun yang lebih perlu aku benahi yaitu, tidak menyesali atau memikirkan akan menjadi baik atau burukkah yang sudah terjadi. Berdoa saja,

Bagaimana menurutmu?

Monday 16 October 2017

Berbicara tentang pangan

Hai hai hai hari ini tepat hari pangan sedunia.
Aku sebagai lulusan institut pertanian merasa perlu mengucapkan
"Selamat Hari Pangan Sedunia Everyone".

Dalam rangka memperingati hari pangan sedunia,
aku ingin mengutarakan apa yang ada dipikiranku selama ini tentang pangan,
Berbicara tentang pangan, semua tahu bahwa pangan kebutuhan semua umat manusia.
Maka, permasalahan pangan merupakan permasalahan semua umat manusia.
Mungkin pembuat onar hanya sejumlah jemari manusia. Tapi dampaknya seluruh dunia.
Terdengar berlebihankah? Tidak.

Ketika kestabilan pangan tidak tercipta, akibat adanya mafia dan oknum penyelundupan dan penimbunan bahan pangan.

Oh please stop it.
Kalian para mafia dan oknum yang korupsi, mulailah berempati.
Lihat banyak orang kecil mengais rejeki, dari pangan yang mereka jual kesana kemari.
Aku melihat sendiri, bapak tua berjalan kaki di siang hari, menjual jagung rebus yang dipikul sendiri.
Sedang kalian para mafia dan oknum yang korupsi, masih sibuk mengatur strategi, untuk kantong pribadi.
Ketika para pedagang di pasar menanti, dagangan laris dibeli, dan petani dalam negeri sejahtera setiap hari.

Sependapat dengan Hate You Give

Beberapa minggu yang lalu aku nonton videonya ka gita savitri tentang hate you give. Daan aku sependapat dengan ka gita.

Aku inget, masa masa aku mulai menilai seseorang. Segala hal negatif yang orang tua bilang, jika itu dilakukan oleh seseorang, aku bisa langsung menilai orang itu buruk. Namun, mulai dari masa-masa smp aku mulai bertemu banyak orang dengan berbagai karakter fisik dan kebiasaan. Aku bertemu orang yang minum (miras), merokok, bercakap dengan bertato, bertindik, gimbal, berantakan, orang yang kalo jalan sempoyongan, malas-malasan, atau yang dagunya terangkat, dan jarang banget senyum.

Aku memang bukan tipe orang yang ngajak ngobrol duluan jika bertemu dengan orang. Tapi ruang membuat ku bisa melihat sisi lain dari setiap orang. Ekspresi ketika bercerita. Katakata ketika beropini. Tata krama yang mungkin orang 'baik' suka lupa untuk melakukannya.

Di setiap perjumpaan, hal yang paling gua kenang yaitu ucapan, walau hanya satu paragraf atau bahkan satu kalimat. Orang bisa saling tahu dalam 1,2,3 detik. Tapi tidak saling mengenal.

Yap. Gak bisa dipungkiri, opini publik mudah sekali ngebrainwash hingga kita jadi sependapat dan lantas menghujat.

Aku suka membaca opini dan sangat suka membaca fakta. Bagiku opini merangsang  otakku untuk beroperasi. Aku jadi termotivasi untuk mencari tahu masalah yang terjadi. Namun ada hal hal lain yang membuat opini terlihat sesuka hati. Itu yang mengganggu, karena itu salah satu sumbu yang memicu api kemarahan sehingga langit menjadi kelabu. Membahas perbedaan tidak akan selesai. Selama orang yang berbeda tersebut tidak mengganggu hak kita atau hidup kita, mengapa harus kita sertakan itu sebagai faktor dari masalah yang terjadi.

Mengendalikan diri itu penting, berpikir luas itu baik. Ayo berprinsip dan jadi lebih baik fil. #selfreminder